Minggu, 03 Agustus 2014

Ilmu Bumi dalam Kehidupan: Olivine vs Intan



Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com - Banyak pelajaran-pelajaran sains yang mampu kita kaitkan dengan kehidupan kita sebagai manusia manusia. Salah satunya adalah pelajaran ilmu bumi atau geologi. Dalam geologi, dikenal istilah mineral. Mineral adalah salah satu unsur penyusun dari batuan yang menjadi pokok pelajaran seorang ahli geologi. Sekilas, mungkin tidak ada hubungannya antara mineral dengan karakter manusia. Tapi jika ditelisik lebih lanjut, fenomena-fenomena sains, termasuk mineral ini, dapat dianalogikan dengan fenomena kita yang seorang makhluk hidup.
Mineral adalah benda padat homogen yang terbentuk di alam, bukan dari zat organik (makhluk hidup), dan memiliki kandungan kimia tertentu. Pengertian tersebut adalah pengertian yang berasal dari ilmu geologi. Mineral terbentuk dari pembekuan magma. Yaitu cairan yang sangat panas dan berpijar yang terkandung dalam bumi kita dan keluar dari gunung api yang meletus.
Contoh mineral yang umum adalah diamond atau biasa kita kenal dengan sebutan intan. Intan merupakan salah satu mineral berharga dan sering dijadikan perhiasan. Saing berharganya, intan ini sering menjadi ukuran tingkat sosial di masyarakat. Mungkin itu yang menjadi inspirasi seorang novelis terkenal, Ian Fleming, yang menulis novel berjudul Diamonds are Forever. Novel itu adalah salah satu serial dari James Bond dan telah dibuat versi layar lebarnya.
Contoh lain dari mineral adalah olivine. Olivine umumnya berwarna hijau dan jika dilihat tembus pandang atau transparan. Cahaya yang mengenai olivine akan dipantulkan menyerupai pantulan kaca. Olivine terbentuk saat temperatur magma sekitar 1500 derajat Celsius dan terbentuk jauh di bawah permukaan bumi. Sangat jauh hingga olivine sangat asing dengan lingkungan permukaan bumi. Apa maksudnya? Ternyata persebaran mineral olivine di permukaan bumi sangatlah sedikit. Hal ini karena olivine tidak mampu bertahan ketika muncul di permukaan. Mineral olivine menjadi mineral yang sangat lapuk dan tidak tahan terhadap kondisi di permukaan bumi.
Lalu, apa hubungan antara mineral olivine dan karakter kita sebagai manusia?
Mineral olivine terbentuk di lingkungan yang sangat panas dan ekstrim. Sehingga mineral olivine terbentuk dengan karakter mampu tahan terhadap temperatur dan tekanan yang tinggi. Tetapi, ketika olivine muncul di permukaan, mineral tersebut tidak mampu bertahan lama. Temperatur dan tekanan di permukaan bumi sangat berbeda jauh dengan temperatur saat mineral olivine terbentuk. Sehingga, olivine tidak mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi di lingkungan permukaan bumi.
Begitu pula dengan kita.
Karakter seorang manusia sebagian besar terbentuk karena faktor lingkungan. Ketika lingkungan baik maka karakter manusia di lingkungan tersebut cenderung baik dan demikian sebaliknya. Sebagai Muslim kita harus mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda-beda. Pengertian adaptasi di sini adalah mampu menjadi orang yang baik di lingkungan baik dan tetap mampu menjadi baik di lingkungan yang buruk.
Bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan tidak terlalu lama menjadi bagian suatu lingkungan atau kelompok. Dikhawatirkan, wawasan pengetahuan kita menjadi terbatas dan pikiran kita menjadi tidak open mind. Sehingga karakter yang membentuk kita bersifat steril. Yaitu hanya menjadi baik ketika di lingkungan asal, tetapi ketika lingkungan berubah, kita pun ikut berubah. Kita menjadi seorang yang terwarnai bukannya yang mewarnai. Hal tersebut wajar, karena sebelumnya kita tidak pernah mengenal orang yang berbeda pendapat dengan kita. Sebelumnya kita tidak tahu banyak orang yang melakukan perbuatan berbeda 180 derajat dengan kita. Dan sebelumnya kita tidak pernah dicibir, dihina, dan ditertawakan ketika beribadah dan melakukan amalan-amalan shalih.
Kita perlu bersentuhan dengan lingkungan berbeda yang isinya juga orang-orang berbeda. Kita perlu melancong ke negeri seberang untuk membandingkan dengan negeri yang menjadi tempat tinggal kita. Dan kita perlu membuka cakrawala berpikir kita dengan melihat dunia luar. Dengan begitu diharapkan wawasan, pengalaman, dan tingkat pemahaman kita akan bertambah sehingga membentuk karakter yang imun atau kebal. Berbagai ‘virus jahat’ yang menyerang mampu kita lawan dan kalahkan. Imunitas ini menjadi modal kita ketika bergaul di lingkungan yang berbeda.
Sebelum bepergian dan bergaul dengan lingkungan lain, tentunya kita harus selalu meluruskan niat kita. Niatkan untuk mencari ilmu karena Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim)
Jadi, tidak mau kan menjadi olivine?  Mineral yang terbentuk di lingkungan asing dan ketika muncul menjadi butiran debu karena tidak mampu bertahan di lingkungan baru. Karakter seperti olivine ini bisa kita analogikan seperti karakter manusia yang steril. Berbeda ketika kita menjadi karakter yang memiliki imunitas atau kekebalan. Karakter ini terbentuk karena banyaknya pengalaman hidup dan kepahaman kita akan nilai-nilai Islam. Karakter yang mampu berbaur tapi tidak melebur di lingkungan yang baru. Karakter yang seperti intan, tetap menjadi perhiasan meskipun di lingkungan yang gersang.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/05/01/32424/ilmu-bumi-dalam-kehidupan-olivine-vs-intan/#ixzz39LZxkiTO 

Dalam 6 Bulan Terakhir, Medan Magnet Bumi Melemah 10 Kali Lebih Cepat, Kutub Magnet Bumi Segera Terbalik

Perubahan yang diukur oleh satelit Swarm selama 6 bulan terakhir menunjukkan bahwa medan magnet bumi berubah. Warna merah menunjukkan area di mana medan magnet menguat, dan warna biru menunjukkan di mana medan magnet melemah. (ESA/DTU)
Perubahan yang diukur oleh satelit Swarm selama 6 bulan terakhir menunjukkan bahwa medan magnet bumi berubah. Warna merah menunjukkan area di mana medan magnet menguat, dan warna biru menunjukkan di mana medan magnet melemah. (ESA/DTU)
dakwatuna.com – Medan magnet bumi, yang melindungi planet ini dari ledakan besar radiasi matahari yang mematikan, telah melemah selama 6 bulan terakhir. Hal tersebut dinyatakan menurut data yang dikumpulkan oleh sederetan satelit European Space Agency (ESA) yang disebut Swarm.
Titik-titik lemah terbesar pada medan magnet – yang terbentang 370.000 mil (600.000 kilometer) di atas permukaan planet – bermunculan di belahan bumi Barat. Sementara medan magnet telah menguat di daerah sekitar Samudera Hindia selatan, menurut magnetometer pada satelit-satelit Swarm.
Para ilmuwan yang melakukan penelitian itu masih tidak yakin mengapa medan magnet melemah. Tetapi salah satu alasan yang mungkin adalah bahwa kutub magnet bumi bersiap-siap untuk terbalik, kata Rune Floberghagen, manajer misi Swarm dari ESA. Bahkan data menunjukkan bahwa bagian utara magnet bergerak menuju Siberia.
“Pembalikan (kutub) seperti itu tidak instan, tapi akan memakan waktu beratus-ratus tahun, jika tidak beribu-ribu tahun,” kata Floberghagen seperti dikutip dari Live Science, Selasa (8/7/2014). “Hal tersebut telah terjadi berkali-kali di masa lalu”.
Para ilmuwan sudah tahu bahwa bagian utara magnetik bergeser. Setelah setiap ratusan ribu tahun kutub magnet membalik, maka kompas akan menunjuk selatan bukan utara. Jika perubahan medan magnet adalah bagian dari siklus membalik yang normal, namun data dari Swarm telah menunjukkan bahwa medan magnet mulai melemah lebih cepat bila dibandingkan masa lalu. Sebelumnya, para peneliti memperkirakan bahwa medan magnet telah melemah sekitar 5% tiap abad, namun data terbaru mengungkapkan bahwa medan magnet tersebut sebenarnya melemah 5% tiap dekade, atau 10 kali lebih cepat dari yang diperkirakan. Dengan demikian, terbaliknya kutub yang sebelumnya diperkirakan sekitar 2000 tahun lagi, maka dari data terbaru menunjukkan hal itu akan terjadi lebih cepat.
Floberghagen berharap lebih banyak data dari Swarm yang akan menjelaskan mengapa medan magnet melemah lebih cepat saat ini.
Namun demikian, tidak ada bukti bahwa melemahnya medan magnet akan menghasilkan kiamat bagi bumi. Pada saat pertukaran kutub di masa lalu, tidak terjadi kepunahan massal atau bukti kerusakan radiasi. Para peneliti berpikir bahwa jaringan listrik dan sistem komunikasi akan terkena risiko paling tinggi.
Medan magnet bumi bertindak seperti gelembung raksasa yang tidak terlihat, yang melindungi planet dari radiasi kosmik berbahaya yang dimuntahkan dari matahari dalam bentuk angin matahari (solar wind). Medan tersebut ada karena bumi memiliki bola besi raksasa pada intinya, dikelilingi oleh lapisan luar dari logam cair. Perubahan suhu inti bumi, pergolakan rotasi bumi, serta adukan logam cair pada sekeliling sisi luar inti bumi, menciptakan garis-garis medan magnet.
Pergerakan logam cair adalah penyebab mengapa beberapa area pada medan magnet menguat sementara yang lain melemah, kata Florberghagen. Ketika proses pendidihan di suatu daerah pada sisi luar inti melambat, maka dikeluarkanlah arus partikel yang memiliki muatan, dan medan magnet di permukaan melemah.
“Aliran cairan pada bagian luar inti bumi menarik medan magnet di sekitarnya,” kata Floberghagen. “Jadi, melemahnya medan magnet di atas benua Amerika artinya bahwa aliran pada bagian luar inti bumi di bawah Amerika melambat.”.
Satelit-satelit Swarm tidak hanya mengambil sinyal yang datang dari medan magnet bumi, tetapi juga dari inti, mantel, kerak, dan lautannya. Para ilmuwan di ESA berharap untuk menggunakan data demi membuat sistem navigasi yang mengandalkan medan magnet, seperti instrumen pesawat, yang lebih akurat, meningkatkan prediksi gempa, dan menentukan daerah di bawah permukaan planet yang kaya akan sumber daya alam. Para ilmuwan berpikir bahwa fluktuasi medan magnet dapat membantu mengidentifikasi di mana lempeng benua bergeser dan membantu memprediksi gempa bumi.
Hasil pertama dari Swarm telah dipresentasikan pada “the Third Swarm Science Meeting” di Denmark tanggal 19 Juni 2014 yang lalu. (dakwatuna/hdn)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/07/14/54648/dalam-6-bulan-terakhir-medan-magnet-bumi-melemah-10-kali-lebih-cepat-kutub-magnet-bumi-segera-terbalik/#ixzz39LYF676i 

Mengapa Madu Dapat Melawan Bakteri Jahat?



Madu Lebah (ilustrasi) - bengkelaqidah.com
Madu Lebah (ilustrasi) – bengkelaqidah.com
dakwatuna.com – Jakarta.  Madu memang pasangan yang lezat untuk roti dan buah yang Anda konsumsi. Tapi, tahukah Anda? Madu ternyata juga efektif untuk melawan resistensi bakteri jahat atau bersifat antibiotik.
Profesional medis dalam American Chemical Society (ACS) membuktikan bahwa madu mampu melawan infeksi bakteri pada beberapa tingkat.
Kepala peneliti, Susan M Meschwitz mengatakan bahwa madu mengandung hidrogen peroksida, asam, efek osmotik, konsentrasi gula yang tinggi, sehingga bisa menarik sel-sel bakteri dan membunuh mereka.
Madu juga efektif menghambat pembentukan biofilm atau komunitas bakteri penyebab penyakit berlendir.
“Madu juga menghancurkan quorum sensing yang melemahkan virulensi bakteri yang lebih ampuh dibandingkan antibiotik konvensional,” ujar Meschwitz, dilansir dari Medical News Today, Selasa (1/4).
Quorum sensing adalah cara bakteri berkomunikasi satu sama lainnya yang membentuk biofilm. Pada bakteri tertentu, sistem komunikasi ini bisa mengontrol pelepasan racun yang memengaruhi patogenesis bakteri atau kemampuan bakteri menyebabkan penyakit.
Meschwitz mengatakan keuntungan lain madu memiliki sifat antioksidan. Tim peneliti memisahkan dan mengidentifikasi berbagai senyawa polifenol antioksidan. Madu efektif melumpuhkan bakteri E. coli, S. aureus, dan P. aeruginosa.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/04/01/48720/mengapa-madu-dapat-melawan-bakteri-jahat/#ixzz39LXW0jlX